ANALISA.CO.ID,BONE– Salah satu gedung di Kampus II Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bone di Kelurahan Polewali Kecamatan Tanete Riattang Barat, kondisinya begitu memperihatinkan. Bangunan yang dibangun tahun 2017 itu terbengkalai dan mengalami sejumlah kerusakan.
Sejak awal pembangunannya, gedung dengan empat lantai ini memang bermasalah. Skandal kasus korupsi juga ikut mewarnai pembangunan sarana perkuliahan dengan anggaran 50 miliar yang sebagian bersumber dari APBN kurang lebih Rp 21 miliar.
Pada tahun 2019, saat Prof Andi Nuzul menjabat sebagai Rektor IAIN Bone, kasus korupsi pembangunan tersebut mencuat. Penyidik Polda Sulsel memeriksa sedikitnya 14 orang saksi terkait pembangunan itu, termasuk pihak kampus dan rekanan.
Dalam kasus tersebut, Polda Sulsel menetapkan dua orang tersangka yakni Gunawan Subiantoro (rekanan) dan Dr Abu Bakar (Pejabat Pembuat Komitmen). Keduanya disangkakan dan didakwakan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP setelah negara mengalami kerugian hingga mencapai Rp 7 M berdasarkan hasil pemeriksaan BPKP.
Kerugian negara yang diasumsikan di awal oleh ahli konstruksi dari Fakultas Teknik Universitas Bosowa di tahap penyidikan yang menilai adanya kekurangan kualitas mutu beton konstruksi gedung.
Sayangnya setelah melewati beberapa proses hukum, kedua terdakwa dinyatakan tidak bersalah oleh pengadilan. Keduanya divonis bebas oleh majelis hakim yang diketuai Dr Ibrahim Palino, SH MH, Senin (20/9/2021). Perkara itu teregister dengan nomor: 33/PID.SUS.TPK/2021/PN. MKS.
Namun, pasca kasus tersebut mencuat dan berakhir setelah vonis bebas oleh hakim. Gedung yang bertuliskan ” Gedung Kuliah IAIN Bone” kembali ditinggalkan. Gedung tersebut tidak digunakan sebagaimana mestinya.
Kondisi gedung kebanggaan mahasiswa IAIN Bone ini kini cukup memprihatinkan. Berdasarkan pantauan, gedung yang dibangun di atas lahan kurang lebih satu hektar tersebut tampak tidak terurus.
Rumput-rumput liar mulai menutupi sebagian kawasan gedung yang dibangun dengan anggaran mencapai Rp 50 miliar. Sejumlah fasilitas tampak mulai rusak karena kurangnya perawatan.
Memasuki lantai pertama, akan ditemukan lantai yang ditumbuhi tumbuhan lumut terbilang licin dan banyak genangan air di beberapa titik ditambah plafon bangunan sudah runtuh. Kondisi itu merepresentasikan bangunan tersebut tidak difungsikan.
Tak jauh berbeda dengan kondisi lantai pertama, lantai kedua juga plafon terlihat sangat berantakan ditambah lantai yang terbuat dari granit tampak tidak pernah disentuh sapu. Begitupun lantai ketiga hingga keempat kondisinya sama sekali tidak terurus.
Sekilas, bangunan tersebut lebih mirip gedung berhantu ketimbang gedung kuliah. Di belakang bangunan kondisinya sama parah. Tumbuhan semak belukar ketinggian lebih dari dua meter menjulang menandakan sama sekali tak ada perawatan di bangunan ini.
Hingga saat ini belum diketahui proses kelanjutan pembangunan tersebut, apakah bangunan tersebut akan dibiarkan seterusnya, ataukah ada pertanggungjawaban baik dari pihak kampus itu sendiri atau rekanan.