ANALISA BONE 》Salah seorang kontraktor di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel) bernama Idhar dituding tak menunaikan kewajibannya kepada para pekerjanya (gaji) pada proyek pembangunan Jaringan Irigasi D.I Turucinnae, Kecamatan Lamuru, Kabupaten Bone yang telah rampung pada 2021 lalu.
“Saya merasa dirugikan, proyek tersebut telah lama selesai pengerjaannya dan dananya diduga telah dicairkan 100 persen oleh PT Atta Pratama, namun sebagai penanggung jawab, ibu Idar tidak melakukan pelunasan terhadap pekerjaan yang telah kami selasaikan,” kata Surianto dalam keterangan tertulis, Jumat (28/3/2025).
Utang Idhar kepada Surianto disebut mencapai Rp 85 juta dan hingga saat ini belum dibayarkan.
Namun hal itu dibantah Idhar saat gelaran jumpa pers di salah satu warkop di Kota Watampone, Kabupaten Bone pada Sabtu (29/3/2025).
“Sebelumnya perlu saya jelaskan bahwa pak Surianto adalah Subkontraktor kami, bukan tukang. Jadi kami sama-sama kontraktor dan bekerja sama menyelesaikan proyek itu dengan membagi hasil sesuai kesepakatan,” jelas Idhar di hadapan awak media.
Idar memaparkan, anggaran proyek tersebut sekira Rp 2 miliar.
“Saat saya mengunjungi lokasi, ternyata medannya sangat sulit, karena ada gunung yang harus dibelah dan juga bebatuan, jadi saya harus menggunakan tiga alat berat yakni, 2 ekscavator dan 1 breaker. Itu memakan dana lebih,” papar Idhar.
Setelah dikalkulasi anggaran pengerjaan proyek tersebut, Idhar mengaku merugi tapi tetap akan bertanggungjawab atas kepercayaan yang diberikan Pemerintah Daerah (Pemda) Bone.
“Sendainya saya bukan orang bertanggung jawab, saya sudah tinggalkan itu proyek sejak awal. Tapi terlanjur kami kerjakan, terkait untung rugi, nanti urusan belakang,” katanya.
Lebih jauh Idhar menjelaskan, saat proyek tersebut dikerjakan, datanglah Surianto menawarkan kerjasama untuk mengerjakan proyek tersebut.
“Kami terima dengan kesepakatan-kesepakatan yang telah kami buat. Jadi saya kasi bagian yang dia kerjakan sesuai kesepakatan, saya mengerjakan bagianku yaitu mengawasi pekerjaan. Terkait materialnya, kesepakatannya tanggungan Surianto selaku subkontraktor,” jelasnya.
Hingga proyek tersebut selesai kata Idhar, ternyata dirinya menambah anggaran hingga mencapai Rp 600 juta.
“Jadi anggarannya Rp 2 miliar, penyewaan alat sekira Rp 1 miliar belum lagi operasional. Dan kami juga didenda keterlambatan penyelesaian Rp 75 juta. Sedangkan gaji subkontraktor kami sejumlah Rp 963 juta,” ungkapnya.
“Proyek tersebut juga sudah diperiksa pihak berwenang dan tak ada kerugian negara di situ, kami malah yang menyumbang kepada negara,” sambungnya.
Terkait pembayaran Surianto selaku subkontraktor sebesar Rp 965 juta telah dibayarkan sekitar 95 persen.
“Kami sudah sering komunikasi, dan membangun kesepakatan, saya sampaikan ke pak Anto, ‘Pak kita pahami keadaanku, saya bayar cicilki itu’ dan dia meng-iyakan. Jadi sekarang posisinya sisa sekira Rp29 juta, sudah 95 persen utang terbayar,” katanya.
Idhar menyebut akan melunasi utang tersebut. Tapi saat ini dirinya belum bisa membayar ditambah dana dari Pemda Bone kepada para kontraktor belum dicairkan.
“Saya bukannya tidak mau bayar, saya selalu komunikasi kok sama pak Anto, tapi memang posisinya sekarang sulit. Ada pihak-pihak yang ingin memanfaatkan situasi ini dan menggiring opini bahwa kami tidak bertanggung jawab,” katanya.
“Komunikasi kami dengan pak Surianto baik-baik aja kok, tidak ada masalah. Ada yang ingin memperkeruh situasi dan diduga ingin mengambil untung terkait hal ini yang notabenenya tak ada kaitannya dengan hal ini,” tandasnya. (Alesha)